Apa makna keinginan, cita – cita, dan harapan?
Keinginan berasal dari kata ingin, yang artinya adanya kemauan untuk memperoleh, melakukan, dan mendapatkan sesuatu, sedangkan cita – cita adalah suatu keinginan yang ada dimasa depan yang harus melalui sesuatu proses, sedangkan harapan adalah suatu keinginan dan cita – cita.
Setiap orang pasti memiliki keinginan, cita-cita, dan harapan yang berbeda sesuai dengan kepribadian masing - masing. Toh, ketiga hal tersebut merupakan “paket” dari penciptaan manusia itu sendiri. Manusia memiliki keinginan baik dan buruk, tergantung dari seberapa besar pengaruh baik dan buruk yang bertempur di dalam batinnya. Karena memang telah diilhamkan kepada manusia jalan kefasikan dan ketakwaan (Q.S 91:8). Hanya saja, seorang manusia harus benar-benar merenungkan kembali darimana keinginannya itu berasal apakah dari nurani atau dari nafsu?
Jika nurani yang berbicara, biasanya nurani tidak akan pernah bohong. Jarak pandangnya pun akan jauh ke depan. Namun, jika nafsu yang berbicara, biasanya hanya untuk kepuasaan sesaat dan berjarak pandang sempit. Setiap manusia memang memiliki kebebasan untuk memiliki keinginan. Bahkan, ia pun bebas untuk tidak berkeinginan. Rasanya, tidak mungkin, kecuali jika orang tersebut sudah benar-benar tidak memiliki mimpi tentang hidup dan segala pencapaiannya. Orang yang telah berhenti bermimpi berarti ia sudah tidak menghargai kehidupannya sendiri. Tidak jelas akan menuju kemana. (Pak rizal)
Memiliki keinginan dan mimpi adalah sebuah anugrah. Apalagi, jika setiap kita dimampukan oleh Allah untuk dapat mengejar mimpi-mimpi kita itu. Namun, mimpi yang “mahal”, seyogianya dibayar dengan ikhtiar yang “mahal” pula. Tugas kita sebagai seorang manusia hanyalah berusaha yang terbaik. Mengerahkan seluruh kemampuan untuk menggenapkan ikhtiar. Biarlah kemudian Allah memilihkan yang paling baik untuk kita. Darimana kita tahu bahwa yang kita dapatkan setelah berikhtiar adalah yang terbaik untuk kita? Itulah esensi dari ikhtiar. Sunnatullah menggariskan hukum kekekalan amal. Apa yang kita tabur, itulah yang kemudian kita tuai.
Jika kita telah merasa bahwa segala ikhtiar telah maksimal dan itu yang paling baik, maka sunnatulllah menggariskan bahwa hasil yang kita terima pastilah yang terbaik. Terbaik bukan secara sudut pandang yang kasat mata, tapi lebih kepada esensi yang lebih hakiki. Kita pula diajarkan dalam Al-Quran bahwa siapa yang bertawakal kepada Allah, pasti Allah akan mencukupi kebutuhan kita. Parameter yang dituju adalah cukup. Tidak kurang, tidak lebih. Jadi, sekali lagi, tugas kita sebagai manusia adalah berusaha memberikan yang terbaik untuk menggenapkan ikhtiar, membalutnya dengan doa, dan membingkainya dengan tawakal. Insya Allah segala hasil apapun yang telah kita usahakan dengan totalitas, akan berbuah manis pada suatu saat menurut takaran yang paling tepat menurut Allah.
“…barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…” (Q.S 65: 2-3)
Ya Allah, Engkaulah yang menciptakan cita-cita, Engkaulah yang menciptakan keinginan
Dan Engkaulah yang menciptakan harapan…
Engkau pula-lah yang menciptakan pemenuhannya
Jika Engkau menciptakan itu semua
Maka tunjukanlah jalan untuk mencapainya
Tunjukan pula jalan untuk membedakan
antara keinginan yang berasal dari Engkau
dan keinginan yang berasal dari hawa nafsu
Bukakanlah pintu yang masih tertutup
Terangilah jalan yang masih gelap,
Mudahkanlah urusan yang masih terasa sulit,dan
Cukupkanlah rezeki yang masih terasa kurang…
Amin ya Rabbal Alamin...